Oleh : a_dhie
Problematika dalam dunia pendidikan dewasa ini semakin krusial, padahal eksistensi pendidikan sangat berarti dan mempengaruhi maju dan tidaknya suatu Negara, karena Pendidikan mampu mencetak SDM yang berkualitas dalam membangun bangsa, sebab pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa untuk mendewasakan orang yang belum dewasa (anak didik), dimana pernyataan ini sesuai dengan Tujuan pendidikan yang mampu mengantar anak didik menjadi manusia dewasa, yakni manusia yang mampu berfikir dan melakukan tindakan atas pilihannya sendiri. Maksud dari pendewasaan adalah proses perkembangan segenap potensi yang tidak terkotak-kotak antara kecerdasan nalar, emosional dan spiritual. Atau tidak terkotak-kotak antara kognitif, affektif dan psikomotorik. Ataupun tidak terkotak-kotak antara fisik dan psikis. Penulis mengutip pernyataan dari John Dewey : "Seluruh Pendidikan dilaksanakan melalui peran individu dalam kesadaran sosial ras nya. Peran itu dimulai dan secara tidak disadari nyaris sejak lahir dan terus berkelanjutan membentuk kemampuan individual, memenuhi kesadarannya, melatib gagasan gagasan dan emosinya. Lesvatpendidikanyang tidak disadari, individu secara bertahap mendapat bagian dari sumber daya intelektual dan moral yang telab dikumpulkan dan moral yang telab dikumpulkan oleb umat manusia. Demikianlah is menjadi pewaris modal untuk membangun peradaban ".
Penulis menganalisis issu publik yang sedang mencuat di kota kita ini yaitu "Relokasi Pasar Rebo", yang memunculkan 2 kubu politik, yang hingga saat ini masih menjadi teka-teki publik, namun yang menjadi sorotan penulis dampak psikis dari proses 'Relokasi Pasar Rebo " Terhadap Pendidikan di Kota Purwakarta yang nota benenya "Pendidikan" dijadikan sebagai salah satu "Basic Corse Purwakarta ". Coba kita telaah secara kritis, bila kita melakukan " Relokasi " satu sisi Penataan Kota Purwakarta menjadi indah, teratur, dan tertib, namun disisi lain Pasar Rebo sebagai "Pasar Tradisional " yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat Purwakarta, khususnya masyarakat pedesaan akan berubah menjadi pasar yang nota benenya modem , memang Pemerintah Kabupaten Purwakarta menginginkan suatu tatanan kota yang indah dan lebih berani bersaing dengan kota lain, namun proses relokasi ini akan memberikan biaya yang tidak sedikit yang hares dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli sepetak tanah sebagai lapak dagang, namun ketika masyarakat tidak mampu untuk membelinya, maka yang terjadi melemahnya perekonomian masyarakat, dan ini adalah problem yang imbasnya bukan hanya mengena pada kondisi ekonomi saja, namun berdampak negatif pula terhadap pendidikan kita, karena dalam pendidikanpun dibutuhkan yang namanya biaya (modal), dan secara otomatis proses pendidikan akan terhambat, yang akhirnya 'Basic Course "yang selalu menjadi targetan kota Purwakarta pun akan menjadi sebatas wacana belaka, karena usaha yang dijadikan tumpuan biaya pendidikan nyaris terancam, apalagi disatu sisi pedagang pun mempunyai tanggungjawab penuh terhadap anaknya, yang mayoritas status anaknya masih sekolah.
Disisi lain tidak sedikit masyarakat yang mendambakan suatu 'Revitalisasi Pasar Rebo , agar lebih tertata dan rapih. Dan tidak memberikan resiko yang lebih besar dibandingkan "Relokasi" yang hanya akan membunuh perekonomian masyarakat, meskipun konon katanya ada keringanan biaya yang diberikan pemerintah terhadap pendidikan dengan adanya program BOS, namon setelah penulis mengkaji secara mendalam. ternyata "Perilaku Politik" bukan hanya identik dengan Partai saja, akan tetapi perilaku politik ini secara lambat laun sudah mulni merebak dalam dunia pendidikan. Yang akhimya "Dana Bos "yang menjadi salah satu program pemerintah untuk meringankan beban pembiayaan pendidikan kini dipolitisir dengan mewajibkan siswa untuk membeli buku ataupun pungutan yang justru membebani orang tua yang nota benenya lemah ekonomi. Hal ini dikutip oleh penulis dari "Pikiran Rakyat" yang memberitakan adanya pembayaran menjelang penerimaan siswa baru yang membebani orangtua siswa yang terjadi di salah satu SMA di Purwakarta, mungkin ini contoh kasus yang berhasil terbongkar, namun tidak menutup kemungkinan praktek pungutan pembiayaan semacam ini kerap kali terjadi diberbagai sekolah di Purwakarta khususnya, menyikapi problematika ini Penulis lebih sepakat sekolah melakukan suatu Klasifikasi dalam menyikapi "Pembayaran Wajib" yang dibebankan kepada Orang Tua siswa. Dan memberikan kebijakan dengan mempertimbangkan pembiayaannya antara ekonomi kuat dan ekonomi lemah, sehingga terjadi suatu keseimbangan Biaya Pendidikan, meskipun terkadang dalam relitasnya probelamtika bare pun ikut muncul seiring dengan diusungnya konsep ini. Misal ; peringanan biaya pendidikan bagi siswa yang kurang mampu, terkadang muncul perasaan minder dan malu dalam diri siswa ketika masuk dalam kategori tersebut, sehingga siswa lebih cenderung memilih menyembunyikan kekurang mampuannya dalam hal pembiayaan dan memaksa orang tuanya untuk ikut serta membayar biaya pendidikan yang dianggarkan oleh sekolah, namun terkadang pula muncul sikap orang tua siswa yang nota benenya mampu merasa termarginalkan dan merasa rugi dengan adanya klasifikasi ini, karena hak yang diberikan sekolah itu sama terhadap siswa, sedangkan dalam hal kewajiban lebih cenderung dibedakan. Memang teka-teki ini pun tidak kalah sulitnya menjadi suatu problem yang mesti kita tuntaskan.
Menanggapi problematika ini dibutuhkan kerangka kerjasama yang komprehensip dan berkesinambungan antara Penyelenggara Pendidikan (Pemerintah),Guru, Orang Tua, Siswa didik serta peran serta Masyarakat di lingkungannya agar lebih menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kita. Mengingat pada tahun 1995 Pendidikan di Negara kita mendapat rangking ke-105 dari 174 Anggota PBB, dengan Human Development Index (HDI) 0,641. keterangan ini menjelaskan bahwa masih rendahnya kualitas pendidikan di Negara kita, meskipun Pendidikan ini merupakan salah satu faktor dari lima faktor yang menentukan HDI, dengan bertolak dari faktor Pendidikan, Pendapatan, Kesehatan, Akses pada informasi,dan Partisipasi rakyat, namun perngaruh pendidikan dalam HDI ini cukup dominan. Dan tentunya agar negara kita mendapatkan prestasi yang lebih baik harus kita mulai dari diri kita dan lingkungan kota kita.
Penulis menyodorkan solusi terhadap problematika ini dengan mengusung konsep refleksi yang dilakukan Penyelenggara Pendidikan (Pemerintah), Guru, Orang Tua, Siswa didik serta peran serta Masyarakat di lingkungannya agar lebih menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kita. Penulispun lebih memilih "Proses Revitalisasi Pasar Rebo" dibandingkan "Relokasi Pasar Rebo" yang lebih memiliki sedikit resiko khususnya dibidang perekonomian, karena betapa pentingnya kestabilan perekonomian masyarakat bagi pendidikan khususnya di wilayah Purwakarta demi terealiasaikannya 'Basic Course Purwakarta" dan menjadikan SDM yang berkualitas khususnya di kota Purwakarta.
Wallahu 'Alam Bisshawab.
Penulis menganalisis issu publik yang sedang mencuat di kota kita ini yaitu "Relokasi Pasar Rebo", yang memunculkan 2 kubu politik, yang hingga saat ini masih menjadi teka-teki publik, namun yang menjadi sorotan penulis dampak psikis dari proses 'Relokasi Pasar Rebo " Terhadap Pendidikan di Kota Purwakarta yang nota benenya "Pendidikan" dijadikan sebagai salah satu "Basic Corse Purwakarta ". Coba kita telaah secara kritis, bila kita melakukan " Relokasi " satu sisi Penataan Kota Purwakarta menjadi indah, teratur, dan tertib, namun disisi lain Pasar Rebo sebagai "Pasar Tradisional " yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat Purwakarta, khususnya masyarakat pedesaan akan berubah menjadi pasar yang nota benenya modem , memang Pemerintah Kabupaten Purwakarta menginginkan suatu tatanan kota yang indah dan lebih berani bersaing dengan kota lain, namun proses relokasi ini akan memberikan biaya yang tidak sedikit yang hares dikeluarkan oleh masyarakat untuk membeli sepetak tanah sebagai lapak dagang, namun ketika masyarakat tidak mampu untuk membelinya, maka yang terjadi melemahnya perekonomian masyarakat, dan ini adalah problem yang imbasnya bukan hanya mengena pada kondisi ekonomi saja, namun berdampak negatif pula terhadap pendidikan kita, karena dalam pendidikanpun dibutuhkan yang namanya biaya (modal), dan secara otomatis proses pendidikan akan terhambat, yang akhirnya 'Basic Course "yang selalu menjadi targetan kota Purwakarta pun akan menjadi sebatas wacana belaka, karena usaha yang dijadikan tumpuan biaya pendidikan nyaris terancam, apalagi disatu sisi pedagang pun mempunyai tanggungjawab penuh terhadap anaknya, yang mayoritas status anaknya masih sekolah.
Disisi lain tidak sedikit masyarakat yang mendambakan suatu 'Revitalisasi Pasar Rebo , agar lebih tertata dan rapih. Dan tidak memberikan resiko yang lebih besar dibandingkan "Relokasi" yang hanya akan membunuh perekonomian masyarakat, meskipun konon katanya ada keringanan biaya yang diberikan pemerintah terhadap pendidikan dengan adanya program BOS, namon setelah penulis mengkaji secara mendalam. ternyata "Perilaku Politik" bukan hanya identik dengan Partai saja, akan tetapi perilaku politik ini secara lambat laun sudah mulni merebak dalam dunia pendidikan. Yang akhimya "Dana Bos "yang menjadi salah satu program pemerintah untuk meringankan beban pembiayaan pendidikan kini dipolitisir dengan mewajibkan siswa untuk membeli buku ataupun pungutan yang justru membebani orang tua yang nota benenya lemah ekonomi. Hal ini dikutip oleh penulis dari "Pikiran Rakyat" yang memberitakan adanya pembayaran menjelang penerimaan siswa baru yang membebani orangtua siswa yang terjadi di salah satu SMA di Purwakarta, mungkin ini contoh kasus yang berhasil terbongkar, namun tidak menutup kemungkinan praktek pungutan pembiayaan semacam ini kerap kali terjadi diberbagai sekolah di Purwakarta khususnya, menyikapi problematika ini Penulis lebih sepakat sekolah melakukan suatu Klasifikasi dalam menyikapi "Pembayaran Wajib" yang dibebankan kepada Orang Tua siswa. Dan memberikan kebijakan dengan mempertimbangkan pembiayaannya antara ekonomi kuat dan ekonomi lemah, sehingga terjadi suatu keseimbangan Biaya Pendidikan, meskipun terkadang dalam relitasnya probelamtika bare pun ikut muncul seiring dengan diusungnya konsep ini. Misal ; peringanan biaya pendidikan bagi siswa yang kurang mampu, terkadang muncul perasaan minder dan malu dalam diri siswa ketika masuk dalam kategori tersebut, sehingga siswa lebih cenderung memilih menyembunyikan kekurang mampuannya dalam hal pembiayaan dan memaksa orang tuanya untuk ikut serta membayar biaya pendidikan yang dianggarkan oleh sekolah, namun terkadang pula muncul sikap orang tua siswa yang nota benenya mampu merasa termarginalkan dan merasa rugi dengan adanya klasifikasi ini, karena hak yang diberikan sekolah itu sama terhadap siswa, sedangkan dalam hal kewajiban lebih cenderung dibedakan. Memang teka-teki ini pun tidak kalah sulitnya menjadi suatu problem yang mesti kita tuntaskan.
Menanggapi problematika ini dibutuhkan kerangka kerjasama yang komprehensip dan berkesinambungan antara Penyelenggara Pendidikan (Pemerintah),Guru, Orang Tua, Siswa didik serta peran serta Masyarakat di lingkungannya agar lebih menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kita. Mengingat pada tahun 1995 Pendidikan di Negara kita mendapat rangking ke-105 dari 174 Anggota PBB, dengan Human Development Index (HDI) 0,641. keterangan ini menjelaskan bahwa masih rendahnya kualitas pendidikan di Negara kita, meskipun Pendidikan ini merupakan salah satu faktor dari lima faktor yang menentukan HDI, dengan bertolak dari faktor Pendidikan, Pendapatan, Kesehatan, Akses pada informasi,dan Partisipasi rakyat, namun perngaruh pendidikan dalam HDI ini cukup dominan. Dan tentunya agar negara kita mendapatkan prestasi yang lebih baik harus kita mulai dari diri kita dan lingkungan kota kita.
Penulis menyodorkan solusi terhadap problematika ini dengan mengusung konsep refleksi yang dilakukan Penyelenggara Pendidikan (Pemerintah), Guru, Orang Tua, Siswa didik serta peran serta Masyarakat di lingkungannya agar lebih menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi kita. Penulispun lebih memilih "Proses Revitalisasi Pasar Rebo" dibandingkan "Relokasi Pasar Rebo" yang lebih memiliki sedikit resiko khususnya dibidang perekonomian, karena betapa pentingnya kestabilan perekonomian masyarakat bagi pendidikan khususnya di wilayah Purwakarta demi terealiasaikannya 'Basic Course Purwakarta" dan menjadikan SDM yang berkualitas khususnya di kota Purwakarta.
Wallahu 'Alam Bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar