Jumat, 09 Januari 2009

Diskursus Pemikiran Islam

Oleh : A_dhie Dharma

A. Islam dalam ranah sosial
Eksistensi Islam dewasa ini, secara empirik dalam kondisi terpuruk , terutama secara psikologis dengan Truth Claim dari dunia barat yang ditujukan terhadap islam dalam hal terorisme internasional1, bila kita gunakan pisau analisis, sebetulnya pelaku hanyalah sebagian kelompok kecil yang berfikir radikal dan bersikap ekstriem, yang berimbas terhadap harga diri islam, dan perlu kita garis bawahi bahwa dalam dunia islam menurut hadits yang diriwayatkan Imam Turmudzi, Abu Daud dan Ibnu Majjah dalam kitab-kitab haditsnya bahwa umat Islam akan terbagai menjadi 73 golongan dan yang akan selamat hanya satu golongan yaitu Ahlu Sunnah Wal Jam’ah2, dengan kondisi umat Islam yang plural ini menyebab main of thinking yang berbeda diantara pengikutnya, dan bila kita menelaah Pemikiran Islam meliputi 2 hal :
1. Normativitas
2. Historisitas
Dari pola pemikiran semacam ini kadang muncul suatu perpecahan antar saudara, yang mengklaim bahwa golonganyalah yang terbaik dan merupakan Ahlu Sunnah wal-jama’ah 3,sehingga kadang memunculkan sikap ekstrim dan mengklaim bahwa orang islam yang diluar dari golongannya adalah kafir, padahal sikap seperti ini dilarang keras oleh nabi Muhammad SAW.
Rasulullah bersabda :
“ Sesungguhnya agama itu mudah, tidaklah sesorang berlebih-lebihan dalam menjalankan agama kecuali ia akan keberatan sendiri. Tepatlah kebenaran atau yang mendekatinya, berilah kabar gembira, dan pergunakanlah waktu pagi, sore dan malam hari untuk memudahkan perjalananmu “4.
seharusnya, kita mengggap perbedaan ini adalah suatu anugerah, karena dengan perbedaan ini akan memunculkan suatu keindahan dalam islam dan akan berimbas agama islam menjadi unggul dengan sejuta pemikiran dan konsep sehingga berani bersaing menghadapi peradaban dunia di era globalisasi.
Konsep Islam Normatifitas Islam merupakan konsep pemikiran yang bersifat tekstual, apa- apa yang tercantum dalam sebuah teks itu diartikan sebagai sesuatu yang bersifat tetap tanpa menelaah secara mendalam apa yang menjadi tujuan ( dunia teks ), sedangkan konsep pemikiran Historisitas Islam berbicara pada ruang lingkup Islam yang menyejarah dan memiliki haluan kontekstual serta menjunjung tinggi wilayah substansi atas segala hal yang menjadi peraturan. Disini terlihat jelas bahwa dalam tubuh islam sendiri terdapat pergolakan, lalu bagaimana umat islam ini menguasai peradaban dunia?
Menurut Arkoun Umat Islam idealnya memahami konsep genus Agama Islam yaitu :
1. Agama sebagai kekuatan
2. Agama bentuk hitoris, sosiologis dalam meninjau islam
3. Agama Individu .Aestethic of reception adalah hubungan antara agama pribadi dan agama bentuk (sosial,ekonomi,budaya dan politik yang dikonfensi masyarakat pada suatu ketika).[5]dan umat islam pun perlu memahami bagaimana problematika yang dihadapi dan bagaimana eksisitensi islam di ranah Peradaban dunia.
B. Benturan Peradaban
Menurut Samuel Huntington dalam bukunya “ Benturan Peradaban “ (Clash Civilization) menyatakan bahwa saat ini sedang terjadi benturan peradaban antara Islam Vs Barat, menurutnya, yang menjadi penghambat peradaban barat adalah
Islam
Kong Fu Chu
Penghambat Peradaban Barat





Sebenarnya, maksud tesis karya S. Huntington ini menjadi suatu inspirasi bagi dunia barat untuk menghancurkan Islam, ia menuliskan berbagai hipotsis bahwa islam memilki potensi untuk menjadi musuh besar Barat, dan ia menggunakan istilah “ Islam Militan “ dan menjadikan islam ini targetan setelah Pengganti Soviet setelah tragedi Perang Dingin. namun tesis yang dikarangnya ini menjadikan sebuah inspirasi bagi Francis Fukumaya untuk membuat suatu antitesis “ The End Of Historty” menyangkal atas karangan tesis dari S. Huntington. Dan dari antitesisi yang di karang Francis Fukumaya ini menyatakan bahwa yang akan menguasai peradaban adalah Liberalisme ( kebebasan ) dan Kapitalisme( Pemilik Modal),kemudian ia pun mengarang buku “ The Great Distruptiaon “
( Kehancuran yang luar biasa).
Problematika yang terjadi di ranah peradaban dunia sangat krusial, yang menjadikan umat islam termarginalkan, untuk mengagkat kembali harga diri umat islam, sebetulnya Peradaban Barat sekarang ini sedang mengalami transformasi besar-besaran, mereka mulai jenuh dengan segala ide-ide gila untuk menggagas peradaban dan menciptakan berbagai tekhnologi, dan tidak menutup kemungkinan mereka akan kembali pada peradaban semula
( Posmodernisme)[6], disebutkan bahwa dengan semakin berkembangnya tekhnologi komunikasi dan informasi pada ujungnya mungkin akan melahirkan mesin-mesin yang super cerdas atas rekayasa selulera manusia berdasarkan pengetahuan gemonik , dengan terciptanya robot-robot cerdas yang membantu kinerja manusia bahkan segala kinerja yang bersifat fisik maupun mental ini akan diambil alih oleh robot-robot, pada puncaknya, hipotesis buku tersebut menyatakan bahwa nanti manusia akan di rekayasa oleh hasil karyanya ( robot-robot) sendiri.

C. Kebangkitan dan Pembaharuan

Menurut Fazlur Rahman, bahwa dalam rubrik pemikiran islam dalam era modernisme kategori-kategori tajdid ( pembaharuan) dan ijtihad (berfikir bebas) harus kita aktualisasikan kembali[7], namun sebagian kelompok masyarakat muslim ini menolak perubahan yang dihasilkan oleh modernisasi budaya dan intelektual, main set mereka takut ketika mengambil kedua langkah tersebut, bahkan secara empirik masyarakat muslim merasa takut melangkah, dan enggan membaca dan menelaah karya-karya yang berbau filsafat, pembaruan, ataupun kitab-kitab agama lain, malah dengan mudahnya mengklaim bahwa filsafat itu ilmu yang sangat berbahaya karena bisa menjadikan seseorang menjadi murtad. imbasnya akan merugikan masyarakat muslim secara luas karena dengan tanpa sadar kita telah menjadikan dunia islam tertinggal dibelakang masyarakat kontemporer lain yang maju dibidang ekonomi, politik dan pengetahuan.
Menurut Ziauddin Sardar dalam bukunya “ Merombak pola fikir intelektual muslim” mengatakan bahwa Peradabana muslim sangat membutuhkan kaum intelektual sejati, jika tidak, kaum muslim hanya akan berputar-putar pada komunitas tanah tandus yang vakum intelektual, dan keadaan umat yang sudah marginal akan semakin tersisih, disini dibutuhkan kaum intelktual yang mampu menyeimbangkan antara islam yang normatif (niliai-nilai keislaman/tekstual) dengan historisitas (islam yang menyejarah/kontekstual) ,artinya seorang muslim mampu bersaing dengan rintangan yang mungkin muncul di era hegemoni global ini.[8] sama halnya dengan pendapat Sayyid Naquib Al-Attas dalam bukunya “ Intelectuals in Developting Societies “ menyebutkan bahwa tidak adanya kaum intelektual sama halnya denga tidak adanya pemimpin yang mampu :
a. Meletakkan permasalahan
b. Mendefinisikan permasalahan
c. Menganalisisnya, dan
d. Memecahkannya.
Suatu masyarakat yang tidak memiliki kaum intelektual tidak akan mampu bekerja efektif, bahkan tidak akan mampu untuk mendeskripsikan suatu permasalahan yang sedang dihadapinya[9].
Tampaknya, Sayyid Naquib Al-Attas menyadari betapa pentingnya kehadiran peran kaum intlektual dalam membangun peradaban suatu masyarakat ataupun negara. Artinya peranan kaum intelektual mempunyai tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya dengan para penguasa formal dalam upaya membangun masyarakat yang beradab. Dalam proses pencerahan kaum intelektual akan mampu membawamasyarakat pada ideologi agama yang benar.
Disini kaum intelektual juga harus berperan sebagai “ Agen Social Of Change” peran itu lebih memiliki targetan, pertama pada menata kehidupan sosial terutama nilai/moral yang berlaku dalam masyarakat apakah sudah sesuai dengan nilai/ norma yng diajarkan oleh agama. Kedua, membimbing masyarakat melalui aktivtas intelaktual mereka untuk mendapatkan pemahaman yang benar, ketiga, menauladani perilaku yang benar sebagai perbuatan dakwah untuk masyarakat dimanapun berada. Ke empat, menjadi pembela utama dan penolong masyarakat dalam melepaskan beban penderitaan mereka, terutama penderitaan yang ditimbulka oleh segala bentuk arogansi manusia, kelima, menyediakan diri sebagai tempat kosultasi/komunikasi untuk menggalang keikut-sertaan umat dalam menyelesaikan proyek-proyek kemanusiaan (sosial dan spiritual).
Kelima indikator ini sekaligus merupakan penolakan terhadap tesis(anggapan) bahwa kaum intelektual hanya sebatas teori tanpa realitas (action oriented), juteru relitas yang selalu terngiang ditelinga umat islam sendiri mengatakan bahwa umat islam hanya sebatas teori-teori belaka tanpa relaitas, ironisnya apa-apa yang menjadi sebuah teori itu dikembangkan oleh dunia barat, contoh konkrit masalah “Kebersihan sebagaian dari iman, perbanyaklah beramal/ sedekah,dan tepat waktu ”kadang hanya sebatas wacana saja sedang praktiknya dikembangkan oleh kaum orientalis, disinilah kepudaran nilai-nilai agama oleh penganutnya sendiri, dan ini menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi masyarakat yang notabene-nya muslim yang memang peduli dengan harga diri islam.

D. Apakah Masyarakat Madani suatu solusi ?
Berawal dari Sabda Nabi Muhammad SAW ;

“ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia”




Dan Firman Allah SWT :

“ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung “.[10]
Siapa menyangka Rasulullah SAW mengganti kota Yatsrib menjadi Madinah? Siapa pula yang mengira bahwa kedua kubu (‘Aws dan Khazraj) yang dulunya musuh bebuyutan menjadi bersatu dan bersaudara setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah. Dan yang paling spektakuler beliau disegani kawan maupun lawan. Di kota Yatsrib (Madinah) beliau membawa misi membangun masyarakat yang berakhlakul karimah.
Ditempat itu suara Al-qur’an dan As-Shunnah mulai menggema, dan Rasulullah SAW mulai mendekontruksi paradigma kota tersebut yang notabenenya jahiliyyah, dan mulai menaburkan benih-benih kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat tersebut.[11] Dan pearan Nabi Muhammad SAW telah menciptakan jalinan ikatan emosional yang kuat antar umat beragama apalagi umat yang seagama, karena konsep Nabi itu tetap melindungi kafir dhimmi, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan tercipta disana.
Menurut Al-Kindi, bahwa berpijak pada kebenaranlah persaudaraan universal dapat terwujud.[12] Dalam kondisi masyarakat yang plural, dibutuhkan persepsi bahwa kebenaran tidak bisa diklaim oleh komunitas agama tertentu, kebenaran hanya milik Allah SWT yang dalam praktik nyata sehari-hari ia akan mengambil bentuk sejalan dengan hukum-hukum objektif yang menguasai kehidupan manusia secara universal.
Sebuah penemuan ilmiah pada dirinya sendiri sebenarnya hanya mengabdi pada tata nilai kemanusiaan yang universal, dan tidak hanya dimaksudkan untuk mengabdi kepada segelintir manusia yang berniat memusnahkan manusia lain nya. Jika sejahat itu tujuan pencapaian peradaban modern diprioritaskan seharusnya manusia meninggalkanya sejak lama, dan perlu dicatat bahwa ilmu pengetahuan modern itu bebas nilai, manusialah yang membuat ilmu itu menjadi maslahat atau madharat.
Islam adalah salah satu agama besar yang telah melahirkan peradaban dunia yang menonjol hingga masa modern ini, dan tidak hanya dijazirah arab saja akan tetapi sudah menyebar di segala penjuru dunia, dan perwujudannya masih tetap dipelihara dan diperjuangkan menjadi identitas kolektif yang dominan.[13]
Peradaban modern yang kita cintai sekaligus kita kecam ini, pada mulanya memuat berbagai fragmentasi kebutuhan manusia akan hadirnya sebuah masyarakat yang berkeadaban, masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan secara universal, tanpa membedakan asal-usul (etnis) ataupun perbedaan agama seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dulu, masyarakat yang seperti inilah yang disebut Masyarakat Madani (Civil Society), masyarakat yang mencintai prinsip-prinsip musyawarah (Demokratisasi), Keadilan (Egaliterianisme), dan keterbukaan (Inklusifisme) menurut khazanah pemikiran Islam.[14]
Masyarakat madani identik dengan yang namanya akhlaq, sebenarnya akhlaq merupakan pancaran dalam yang bersifat fitrah.[15]pancaran fitrah ini yang menjadikan manusia mampu membedakan antara baik dan buruk.atau dengan kata lain sebagai ruh ketuhanan yang sering di gembor-gemborkan oleh para filsuf, kejernihan hati seorang muslim menghadapi problematika ini sangat di perlukan, tentunya dengan segala potensi yang telah Allah karunikan kepada kita ,karena hati adalah aset berharga.[16] Untuk mengembalikan harga diri umat islam dan islam menjadi sebuah solusi dalam peradaban, di era globalisai ini dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai integritas moral, dan mempunyai sifat yang merakyat (polpulasi), yang egaliter disamping kemampuan dan kemauannya.[17] Serta perlu ditopang dengan sikap ukhuwwah islamiyah agar terwujudnya masyarakat madani yang selalu menjadi dambaan umat islam, dan perbedaan konsep memahami islam tidak perlu dijadikan hijab untuk selalu bersatu.dan perseteruan yang kadang terjadi selama ini dijadikan sebuah ibrah untuk kedepan, dan semoga konep islam kaffah menjadi salah atu tujuan kita dengan menanamkan kesadaran iman,orientasi hidup, penajaman ruhani agar terlahir kembali karakter seorang mukmin.[18] Dan menjadikan islam sebagai solusi segala problematika peradaban dunia.

Wallahu A’lam bishowab.
KESIMPULAN
Peradaban dunia menurut tesis Samuel Huntington The clash of civilation (benturan peradaban), tujuan Huntington ini semata-mata untuk memarginalkan islam sebagai penghambat Peradaban Barat, namun antitesis yang dikarang oleh Prancis Fukuyama yaitu The End Of History (Akhir dari Sejarah).
Eksisitensi masyarakat islam menjadi sorotan dunia Barat, isu-isu terorisme yang memarginalkan umat islam mereka sebarkan, padahal itu hanya sebagian kelompok kecil yang berfikir radikal dan bersifat egoisme, egoisme ini merupakan suatu instink yang lebih tua atau umum.[19]dan dampak dari sikap inilah yang sebetulnya secara perlahan –lahan menggerogoti harga diri umat islam.melalui berbagai konflik ini islam harus bangkit dan menjadi solusi peradaban melalui konsep akhlaqul karimah, ukhuwah islamiyah untuk menciptakan masyarakat madani.
Wallahu A’lam bishowab.


REFERENSI :


1. Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam,Bandung, PT Mizan Pustaka,2004
2. Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam,Jakarta, Rajawali Pers,2001
3. Dr.Thohir Luth, Masyarakat Madani Solusi Damai Dalam Perbedaan, Jakarta, PT Mediacita,2002
4.Dr.Iman Abdul Mukmin Sa’adudin, Meneladani Akhlak
Nabi, Bandung,PT Remaja Rosdakarya,2006
5. Ensiklopedi Tematis, Akar dan Awal, Jakarta, PT IchtiarBaru Van Hoeve, 2002
6. KH.Abdullah Gymnastiar, Meraih bening hati dengan Manajemen Qolbu, Jakarta, Gema Insani Press,2002
7. H.Abdul Mannan, Membangun Islam Kaffah,Bekasi,Madina Pustaka,1998
8. Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam Kontemporer, Jakarta, PT Listafariska Putra,2000
9. Dr.KH.Miftah Faridl, Islam Ukhuwah Ikhtiar membangun
kesalehan sosial, Bandung,PT Remaja Rosdakarya,
2003
10. Muhammad Baqir Shadr, Manusia masa kini dan
problema sosial, Bandung,Pustaka,1984




1 Armahedi Mahzar, Revolusi IntegralismeIslam ; Prakata
2 M.Tholchah Hasan, Diskursus Islam Kontemporer ; hal.122
3 Dr.Nashir bin Abdul karim Al-‘Alq. Perpecahan Umat. Hal.65
4 HR.Al-Bukhori Kitab Al-Iman hadits no.39 (lihat Fathul Bari I/39)
[5] Lihat Dr.KH.Miftah Faridl,Islam Ukhuwah ikhtiar membangun kesholehan sosial,hlm.103
[6] Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam Prakata : Menjala Integralisme Melampaui Posmodernisme. XXVII
7 lihat Fazlur rahman,”Gelombang Perubahan dalam Islam “,hlm.9
8 Lihat DR.Thohir Luth,” Masyarakat Madani solusi damai dalam perbedaan, hlm.18
9 Ibid, hlm.19
[10] Q.S.68 ayat 4
[11] Ibid,hal.4
[12] Ibid, Kata Pengantar
[13] Ensiklopedi Dunia Islam “ Akar dan Awal “, Pendahuluan
[14] Ibid, hlm.35
[15] Lihat Dr.Iman Abdul Mukmin, Meneladani Akhlaq Nabi, hlm.8
[16] Lihat KH.Abdullah Gymnastiar, Meraih bening hati dengan manajemen qalbu,hlm.26
[17] Lihat Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam Kontemporer, hlm.83
[18] Lihat H Abdul Mannan, Membangun Islam Kaffah, hlm.145
[19] Lihat Muhammad Baqir Shadr,Manusia masa kini dan problema sosial, hlm.86

Tidak ada komentar: