Sabtu, 10 Januari 2009

Gender dalam perspektif sosial

Oleh : a_dhie'

Berawal dari sebuah konsep Emansipasi Wanita yang diusung oleh Pejuang Kaum Wanita Indonesia yaitu R.A.Kartini, sebagai betuk perlawanan terhadap tindakan diskriminasi yang sexing diterima oleh kaurn wanita, terutama dalarn hal pendidikan, menurut beliau seorang wanita diperlukan memiliki pendidikan yang cukup tinggi, karena peranan wanita sebagai seorang Ibu dituntut untuk mendidik anaknya, dan pads masa itu pendidikan hanya diberlaku untuk keturunan ningrat saja, disisi lain adanya diskriminasi yang diusung adat jawa yang membedakan perlakuan hak antara rakyat dan komunitas ningrat, bertolak dari sini R.A. Kartini mencoba mendekontruksi adat yang kental akan hegemoni Belanda, dan tetap berpegang teguh bahwa manusia sederajat dan berhak untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Penulis mengutip pernyataan dari surat yang dibuat oleh R.A. Kartini untuk Prof. Anton dan Ny.Anton pada tanggal 4 Oktober 1905 " Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tetapi karma kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali sebagai kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri kepada tan gannya ; menjadi ibu, mendidik manusia yang pertama-tama ".
Seiring berjalannya waktu,tindakan diskriminasi dalam bentuk penindasan, kekerasan hingga menjadikan kaum wanita termarginalkan oleh kaum laki-laki. Muncul lah suatu konsep barn yaitu Gender, yang merupakan suatu konsep yang diusung oleh kaum wanita kontemporer, gender yang sering disebut "jenis kelamin sosial" yang memunculkan suatu konsep KKG (Keadilan dan Kesetaraan Gender) yang menginginkan kesetaraan antara kaum wanita dengan kaum laki-laki dalam menggunakan potensinya berupa hak-hak kemampuannya secara komprehensip untuk turut serta memberikan kontribusi kepada pembangunan politik, ekonomi dan sosial budaya. dengan konsekwensi tidak keluar dari nilai-nilai kodrati yang dimiliki kaum wanita. Dalam konsep ini pembagian manusia antara laki -laki dan perempuan hanya terletak pada faktor biologis, yaitu pada organ reproduksi berupa menstruasi, kemampuan hamil dan melahirkan. Sedangkan kemampuan seperti bekerja, mengurusi anak, dan mengatur rumah tangga dianggap sebagai bentuk budaya (culture).
Sisi Positif Gender
Gender menjadikan kehidupan wanita menjadi lebih berarti dengan menghancurkan tembok diskriminasi yang muncul dalam kehidupan sosial, karena betapa pun tidak tindakan yang tidak manusiawi sering dialami kaum wanita, Dengan berbekal potensi yang dimiliki kaum wanita mulai bangkit, dan lebih peduli terhadap pendidikan. Dalam ajaran islampun mengajarkan persamaan derajat kaum laki-laki dan kaum wanita, dengan suatu pernyataan yang tersurat dalam Al-qur'an bahwa " Yang paling baik dan paling mulia diantara mereka adalah yang paling kokoh imannya, banyak amal sholeh, dan bertaqwa, bahkan persamaan dalam hal menuntut ilmu pun mendapatkan perlakuan yang sama. Kapasitas kaum wanita dalam Negara dijadikan sebagai penentu dan kelangsungan suatu negra, karena jika dalam suatu negara kaum wanita itu berpredikat sholehah (kesholehan sosial dan ritual) sehingga memiliki kualitas pendidikan yang memadai dalam mendidik seorang anak yang nantinya akan menjadi generasi penerus negara , maka negara akan semakin kokoh. Sebaliknya, ketika predikat sholehah ini tidak melekat pada komunitas wanita dalam suatu negara, maka hancurlah suatu negara itu, karena memiliki generasi yang berakhlaq buruk dan tidak menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam.
Sisi Negatif Gender
Seining dengan gelombang anus ide kebebasan yang semakin menghantam kaum wanita, yang menginginkan kesamaan fungsi dan perannya dengan laki-laki, sehingga mengakibatkan sebuah tujaun hidup yang berupa karir. apalagi dalam realitasnya pelting dalam dunia kerja bagi kaum wanita lebih besar dibandingkan kaum laki-laki. Terkadang kesusksesan yang diperoleh kaum wanita justeru menjadi boomerang bagi dirinya, dan is pun menjadi dilematis ketika harus memilih antara kelurga dan pekerjaan, menanggapi problematika ini kaum wanita sering terjebak didalamnya, sehingga lebih memilih pekerjaan dibandingkan mengurusi kelurganya, mereka berbondong-bondong menjadi TKI/TKW dengan argumen demi menghidupi keluarganya, yang akhirnya peranan wanita sebagai ibu rumah tangga kini diambil alih oleh suaminya, imbas dari hal ini akan memunculkan sikap suami yang melakukan tindakan Poligamy, dan ternyata jika dianalisis "konsep Polygami " yang dinilai sebagai tindakan "diskriminasi " ini dipicu oleh tindakan kaum wanita sendiri, namun ini merupakan suatu konsekuensi logis.
Penulis menganilis Pergeseran pemaknaan gender ini dipicu oleh peradaban kapitalis-sekuler yang hanya tertuju pada kebahagiaan yang bersifat materi belaka, dengan sikap hedonisme yang secara under ground mulai merebak dalam dinamika sosial masyarakat yang hanya menempatkan materi (uang) sebagai tolak ukur produktivitas, pemikiran ini telah menghegemoni masyarkat untuk berkreativitas demi mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa membatasi antara halal dan haram, dan tindakannya akan lebih didomonasi atas hawa nafsunya. Sehingga terjadilah degradasi moral, pergaulan bebas yang dijadikan sebagai hal yang dianggap lumrah dengan mengatas namakan HAM. Produk lain dari permainan kapitalis ini dengan mengadakan suatu kontes kecantikan, yang seolah-olah mengangkat derajat kaum wanita, padahal kenyataannya harkat dan martabat wanita terancam, dalam realitasnya hanya dijadikan tontonan belaka, dan lebih mengerikan lagi kontes kecantikan dijadikan tuntunan oleh kaum wanita, menurut hemat penulis "Kontes Kecantikan" merupakan salah satu pelecehan seksual terhadap kaum wanita, namun dengan kemasan yang apik yang memunculkan brain image positif didalamnya mengakibatkan kaum wanita terjebak dengan konsep yang diusung kaum kapitalis.
Dalam hal ini peranan gender hares diimbangi dengan nilai-nilai keislaman, dan melakukan suatu langkah refleksi terhadap konsep-konsep gender yang diusung oleh kaum wanita. Dan merupakan salah satu problematika yang di tuntaskan oleh islam, pasca perdaban Yunani, Hindu, China, dan Arab Jahiliyah yang memposisikan kaum wanita sebagai hum yang tidak berharga, budak kaum laki-laki dan bisa diperjual belikan, bahkan dijadikan sebagai sesajen dewa-dewa. Betapapun tidak dinamika sosial yang terjadi tempo dulu benar-benar tak bisa ditelolir, kemudian munculah islam sebagai solusi yang mengangkat harkat dan martabat kaum wanita, dengan pernyataan " Surga berada dibawah telapak kaki ibu ", ataupun pernyataan Nabi Muhammad yang mengadikan posisi seorang ibu yang mesti paling utama kits muliakan sebelum kepada ayah kits. Meskipun banyak hal yang di usung oleh islam untuk mengangangkat kaum wanita, namun jangan sampai dijadikan sebagai sesuatu yang hanya membuat kaum wanita stagnan dan mapan apalagi hingga melampaui batas kewajaran kodrati seorang wanita. Seiring dengan banyaknya kaum wanita yang menginginkan menjadi wanita karir, dan menginginkan kesetaraan dengan kaum laki-laki dengan kosep gendernya,meskipun saat ini kerap terjadi interpretasi yang berbeda tentang gender ini, namun yang terpenting mereka tidak sampai lupa akan peranannya dalam rumah tangga dan mampu memanage waktu antara pekerjaan dan keluarga sesuai dengan proporsinya.
Wallahu A'lam Bisshowab....

Tidak ada komentar: