Sabtu, 10 Januari 2009

Profil Majelis sOcrates

Oleh : A_dhie

Majelis sOcrates lahir dari sebuah
kegelisahan & kontemplasi mendalam di tanggal 21 Mei 2008, tentang realitas kehidupan
mahasiswa STAI atas rapuhnya daya kritis dan
gencarnya hegemoni hedonism yang kian menggerogoti greget intelektual mahasiswa. Diam berarti membiarkan persoalan berlarut tanpa penyelesaian. Kita mesti bergerak maju. Hanya satu kata : Perubahan. Harapan kini telah nampak di hadapan mata, di pundak kaum muda.

“Stagnasi berfikir” menjadi borok yang menggerogoti nalar intelektual mahasiswa dewasa ini, dinamika perdebatan pemikiran semakin terkikis, impuls untuk berfikir kristis hanya sebatas utopia yang tak berujung dan pergumpulan selalu terpolarisasi hal-hal yang sarat akan hedonisme yang senyatanya menjadi kausal dari kerasnya virus hedonisme secara cultural. Al-hasil, kreativitas berfikir terjebak dalam culture hedonisme.

Pilologi kata “Majelis Socrates”, Majelis merupakan tempat manusia bersilatul fikri dan menggagas berbagai ide, pergolakan pemikiran sekaligus sebagi langkah awal pelegitimasian eksistensi kita sebagai agen social of change, karena semuanya hanya sebatas “omong kosong” ketika kita mengklaim bahwa kita sebagai insan akademis yang kritis dan dinamis, namun tidak mampu mentradisikan “kajian” sebagai batu pijakan kita dalam mengembangkan kreativitas dan menyelami samudera kehidupan lewat kerangka pengenalan diri kita, yang sejalan dengan pepatah yang diungkapkan oleh Socrates: "Kenalilah dirimu". Yang senyatanya, berkesinambungan dengan ajaran islam “kenaliliah dirimu maka kau akan mengenali Tuhanmu”.

Berpijak atas dasar ajaran islam dan pepatah Socrates, dan greget intelektual yang memaksa sehingga memunculkan suatu inisiasi untuk membentuk suatu wadah kajian lewat “Majelis Socrates”. Hal yang menarik dalam diri Socrates, disamping dia merupakan salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting. Dia pun merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para mahasiswa terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.

Dalam “Majelis Socrates“ ini diharapkan mahasiswa mampu mengenali dirinya dengan selalu mengembangkan potensi yang melekat erat dalam jiwanya sebagai kerangka aktualisasi diri. Serta lebih kreatif lewat menulis dan membuat bulletin sebagai curah gagasan atas greget intelektual yang telah di kembangkan.

Berangkat dari suatu komitmen, semoga “Majelis Socrates” ini di ridhoi Allah SWT dan mampu menyejukan kegerahan intelektual secara riil bukan hanya sebatas konsepsi dan wacana belaka.

Wallahu A’lam Bisshawaab….

Tidak ada komentar: