Oleh : A_dhie_thea
Qudrat, kekuasaan Tuhan atas manusia, pada prinsipnya meliputi penciptaan,
pemeliharaan, dan penghancuran. Akan tetapi manusia adalah makhluk yang unik di alam semesta ini, maka kaitan kekuasaan Tuhan padanya pun menjadi spesifik.
kekuasaan Tuhan atas manusia yang diberi kehendak dan kekuatan oleh Tuhan sendiri. Atau, sejauh mana Tuhan mendelegasikan kekuasaan dan wewenang-Nya kepada manusia yang dengannya manusia diangkat sebagai khalifah di muka bumi dan kemudian akan diminta pertanggungjawaban di Hari Akhir (Eskatologis). Tuhan menciptakan manusia dengan segala sifat dasarnya.
“Kapan manusia perlama diciptakan Tuhan”? Persoalaan ini yang tidak dijawab al-Qur’an. Al-Qur’an hanya menginformasikan bahwa Tuhan mengumumkan kepada malaikat akan diciptakannya satu makhluk hidup yang diciptakan dari tanah seperti halnya yang tertera dalam firman Allah tentang penciptaan manusia ;
Dalam penciptaan manusia ini melewati beberapa proses dan bisa dikatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-abiknya, kemudian konon katanya manusialah yang akan menjadi khalifat di muka bumi. Tuhan berfirman kepada malaikat:
“Aku membuat khalifat di bumi” (Inni ja’il fi al-ardi khalifat). Di ayat lain dalam persoalan yang sama, Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia (basyar) dari tanah”, (Inni khaliq basyaran min thin)”. Ketika para malaikat mendengar Tuhan akan, menciptakan manusia yang bernama Adam untuk menjadi khalifat di muka bumi, mereka mempertanyakan seraya berkata: “Apakah Engkau akan menempatkan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan dan akan menumpahkan darah, padahal kami selalu bertasbih memujiMu dan mengquduskanMu? Allah menjawab pertanyaan itu dengan berfirman: “Aku mengetahui apa-apa yang kalian tidak ketahui”
Tampaknya yang dimaksud dengan “khalifat” pada surah al-Baqarah di atas sama dengan “basyar” pada surah Shad( Q.S., 38:26. )di atas yaitu Adam karena kedua konsep itu diungkapkan dalam konteks kisah yang sama yang menceritakan pengumuman Allah kepada malikat tentang penciptaan makhluk yang akan mengurus bumi. Hanya saja tampaknya, konsep “basyar” menunjuk jenisnya, sedangkan konsep “khilafat” menunjuk fungsi dan tugasnya. Konsep-konsep khalifat “bisa mempunyai dua kemungkinan arti”.
Pertama dengan disebutkannya Adam sebagai “khalifat” berarti Tuhan akan menyangkat Adam sebagai pemimpin di bumi. Konsep “khalifat” dalam arti pemimpin ditemukan dalam surah Shad yang artinya: “Wahai Dawud Aku jadikan kamu sebagai “khalifat” di bumi, maka kamu harus menetapkan hukum dengan kebenaran”.
Kedua, konsep “khalifat” itu bisa berarti “sebagai pengganti” yang diambil dari kata “khalifat” sebagai tertera pada surah al-A’raf (Q.S., 7:169;), artinya: “Maka mengganti, setelah mereka, pengganti yang mewarisi al-Kitab”. Dengan pengertian ini berarti bahwa Adam menggantikan makhluk yang ada sebelumnya.sebenarnya, konsep Khilafat ini banyak pendapat-pendapat yang bermunculan ketika mengkaji masalah ini , ada yang berasumsi bahwa yang namanya “khilafat” ini adalah pemimpin pada suatu umat, adapula yang mengatakan bahwa konsep khilafat ini lebih di tujukan kepada seseorang yang berbuat baik yang bisa dijadikan sebagai panutan (uswatun hasanah).
menurut Ibn Katsir. “khalifat”' ialah orang yang mewakili (yakhluf) Allah akan menetapkan hukum dengan adil di tengah makhluk Allah, Kata “khalifat” pada ayat di atas memberi isyarat bahwa di muka bumi telah ada satu jenis atau lebih dari makhluk berakal yang telah lenyap. Kelompok inilah yang diberitakan Allah kepada malaikat untuk diganti. Kelompok ini perusak dan penumpah darah. dan karena itulah, para malaikat “memprotes” mengapa membuat penggantian makhluk demikian. Dengan demikian bila kesimpulan itu benar, maka Adam bukanlah manusia pertama di atas bumi. Selanjutnya tampak dari tradisi-tradisi cerita bangsa-bangsa yang di wariskan bahwa Adam bukanlah makhluk berakal pertama yang menempati bumi.
Dari Uraian di atas tampak bahwa al-Qur’an tidak menyatakan secara eksplisit bahwa Adam adalah manusia pertama, melainkan Adam adalah manusia yang dijadikan wakil Allah untuk mengurus alam dengan adil, atau dia adalah makhluk pengganti dari makhluk berakal lain yang telah berada lebih dulu dari Adam.
Bagaimana cara kekuasan Tuhan menciptakan Adam itu tidak diinformasikan al-Qur’an, kecuali, dia itu dibuat dari tanah dibuat dengan amr takwin “Kun fa yakun” (jadilah, maka jadila dia) dan dengan kekuasaan-Nya sendiri. Apakah dia lahir seorang ibu atau tidak, hal itu tidak diberitahukan alQur’an secara tegas, tetapi yang pasti dia dibuat dari tanah sebagaimana keturunannya, yang kepadanya ditiupkan ruh dari Tuhan. Untuk jelasnya, dapat dilihat di bawah ini ayat-ayat tentang penciptan Adam. Firman-Nya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia (basyaran) dari tanah liat (thin) yang kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk, maka setelah Aku sempurnakan pembuatannya dan telah kutiupkan kepadanya ruh-Ku, bersujudlah kamu sekalian kepadanya”. “Dia yang membuat sebaik-baiknya segala sesuatu yang diciptakan-Nya, dan memulai penciptaan manusia dari tanah (thin). kemudian, Dia menjadikan keturunannya dari saripati air hina, lalu Dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh-Nya kedalam dirinya. Dan Dia telah menjadikan untukmu sekalian pendengaran, penglihatan, dan fu’ad. tetapi sedikit sekali kamu sekalian bersyukur”. “Sesungguhnya misal penciptaan Isa seperli Adam. Tuhan menciptakannya dari tanah kemudian Dia berkata kepadanya: “Jadilah kamu! maka jadilah dia”.
Untuk melangsungkan tugas kekhalifahan, Adam diberi Tuhan seorang wanita pendamping. Al-Qur’an mengungkapkan hal itu:
Dengan dimasukkannya ruh ke dalam diri manusia, maka dia bukan sekedar makhluk biologis yang terdiri dan onggokan bahan kimia atau suatu struktur kimiawi yang mengikuti hukum-hukum alam yang merupakan mekanisme yang memperlihatkan gejala hidup: bermetabolisme, tumbuh, dan berkembang biak. Akan tetapi, dia menjadi makhluk ruhani yang mempunyai kesadaran dan pribadi.
Sebagai makhluk ruhani, dia dibekali potensi-potensi, watak-watak dasar (yang baik dan yang buruk), dan kehendak yang untuk memikul amanat yang tidak dapat dipikul oleh langit, bumi dan gunung. Jadi manusia adalah makhluk biologis-ruhani yang di dalam dirinya terpendam potensi-potensi dan masalah.
Secara ringkas sifat-sifat negatif manusia itu adalah dia diciptakan lemah (da’if), suka putus asa (ya’usa), tidak sabar (‘ajula), aniaya serta serba tidak tahu (zhalum jahul) resah dan sangat kikir (jazu’a manu’a), paling banyak membantah (aksar sya’i jadala) dan sangat ingkar serta tak berterima kasih (kaffar/kafur/kanud).
Wallahu A'lam Bisshawaab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar