Minggu, 10 Mei 2009

Kontemplasi Cinta Jilid 2

Oleh : dhie_thea

Cinta Ilahi adalah ruh tanpa tubuh, cinta duniawi adalah tubuh tanpa ruh,
cinta spiritual adalah tubuh dan ruh sekaligus. Kerinduan yang tak berujung (Ibn ‘Arabi, Futuhat al-Makkiyyah 2 : 347)

Cinta adalah Kekaguman yang tiada habisnya (Rabi’ah Al-Adawiyah)

Cinta adalah keindahan sejati yang terletak pada keserasian spiritual (Kahlil Gibran)

Cinta adalah Pandangan mata batin yang lebih tajam dari pada mata lahir, karena mata hati lebih peka dan sensitif daya tangkapnya, keindahan hal abstrak yangditangkap mata batin lebih mengagumkan dari mpada keindahan yang kongkrit dan terlihat kasat mata (Ihya Ulmuddin Al-Ghazali)

Cinta laksana virus yang menyebar dalam urat nadi manusia, kekaguman, keindahan dan kedalamannya mampu merobek singgasana kemanusiaan hingga mencapai titik dehumanisasi, apapun yang terpancar dari sang kekasih membutakan ‘nurani’ sang pencinta, Rasa cinta seakan terpahat dalam relung hati yang terhiasi oleh taman-taman kerinduan, terperangkap dalam jeratan kasih sayang, nama sang kekasih terukir dalam figura ketakjuban, kepingan-kepingan kerinduan dan harapan terikat erat ditepian eksistensi perasaan.

Sang pencinta terjerat dalam simbolisasi kecintaan, terjerembab dalam egoisme naif, seakan sang kekasih yang dicinta menjadi ‘hak paten’ yang tak boleh di-ganggu-gugat (absolutism), tak sedikitpun angin kebebasan menyegarkan kegersangan jiwa yang haus akan pertemanan, dan hangatnya cahaya pertemananpun mesti terhenti oleh ‘egoisme-naif’ sang pencinta, api kebencian berkobar tatkala sang kekasih diterpa hembusan angin, memang menyisakan ‘absurditas’

Imam Ibnu Qayyim mengatakan, "Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri. Kecenderungan seluruh hati yang terus-menerus (kepada yang dicintai). Kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintainya. Kecenderungan sepenuh hati untuk lebih mengutamakan dia daripada diri dan harta sendiri, se-ia se-kata dengannya baik dengan sembunyi-sembunyi maupun terang- terangan, kemudian merasa bahwa kecintaan tersebut masih kurang. Mengembaranya hati karena mencari yang dicintai sementara lisan senantiasa menyebut-nyebut namanya. Menyibukkan diri untuk mengenang yang dicintainya dan menghinakan diri kepadanya.

Muhyiddin Ibn ‘Arabi qs mengatakan, “Pada awalnya cinta duniawiah bukan untuk kepuasan diri atau kemurahan hati, karena disposisi alamiah tidak mengenal apa pun tentangnya – ia mencintai sesuatu hanya karena sifat khususnya, ingin bersamanya, dekat dengannya. Ini berlaku untuk semua hewan, dan setiap orang sepanjang mereka (dilihat dari sisi) kehewanannya. Hewan mencintai secara inheren, karena itulah eksistensinya, bukan karena alasan yang lain. Kendati demikian, ia tidak tahu makna dari eksistensinya.

Manifestasi dari rasa ’cinta’ adalah ’perasaan ikhlas dan saling percaya’ selalu ingin memberi yang terbaik, dan bangunan komitmen yang kokoh. Selalu tegak mesti diterpa badai oportunisme-sensualisme.

Renungkanlah!!! tanyakan landasan filosofis apa yang membuat anda memilih untuk ’bercinta’.

Tidak ada komentar: